Kesalahan Kecil, Nyawa Taruhannya

Malam itu di bangsal perawatan intensif Rumah Sakit X, perawat Lila memulai shift malamnya dengan jadwal yang cukup padat. Seorang pasien pascaoperasi jantung, Ibu Rina, membutuhkan dosis Heparin—obat antikoagulan yang masuk dalam kategori high alert medication. Dokter telah meresepkan dosis 5.000 unit, jumlah standar untuk mencegah pembentukan gumpalan darah pascaoperasi.

Di tengah kesibukan menangani pasien lain, Lila terburu-buru mengambil Heparin dari lemari obat. Ia membaca label sekilas dan segera mencampurkan obat ke dalam infus pasien. Tapi ada satu detail yang terlewat—vial yang diambil memiliki konsentrasi 50.000 unit per mL, sepuluh kali lipat dari dosis yang seharusnya diberikan.

Lila tidak melakukan double-check dengan rekan sejawat, tidak ada barcode scanning, dan tidak ada konfirmasi dari apoteker. Prosedur keselamatan terabaikan dalam hiruk-pikuk shift malam. Awalnya, kondisi Ibu Rina tampak stabil. Tapi tiga jam kemudian, semuanya berubah drastis.

Tekanan darahnya turun, hematoma mulai terbentuk di sekitar bekas operasinya, dan perdarahan internal terjadi tanpa bisa dikendalikan. Tim medis berusaha menyelamatkannya, tetapi tubuhnya tidak mampu bertahan. Sebelum fajar menyingsing, Ibu Rina mengembuskan napas terakhirnya.

Kematian ini mengejutkan seluruh tim medis. Audit internal dilakukan, dan akhirnya ditemukan bahwa kesalahan dosis Heparin menjadi penyebab utama. Lila terkejut, takut, dan dihantui rasa bersalah. Ia tidak pernah bermaksud mencelakai pasiennya, tapi sistem di rumah sakit telah gagal mencegah insiden ini. Tidak ada mekanisme double-check, tidak ada sistem barcode verification, tidak ada protokol pengawasan yang lebih ketat untuk obat high alert.

Keluarga pasien tidak menerima begitu saja. Mereka menuntut kejelasan. Ketika hasil investigasi keluar, tuntutan hukum mulai diajukan. Reputasi rumah sakit mulai dipertanyakan, dan manajemen menghadapi krisis besar: bagaimana mungkin kesalahan dosis fatal ini bisa terjadi?

Namun, ini bukan sekadar kesalahan individu. Ini adalah kegagalan sistemik. Jika ada standar yang lebih ketat—double-check dengan perawat lain, barcode scanning, atau sistem alert pada rekam medis elektronik—kesalahan ini bisa dicegah. Tapi semuanya sudah terlambat.

Dalam dunia medis, kesalahan sekecil apa pun bisa berujung pada hilangnya nyawa. Dan setiap nyawa yang hilang bukan sekadar angka dalam laporan, melainkan cerita yang berakhir terlalu cepat akibat kelalaian yang seharusnya tidak pernah terjadi.

Add new comment

CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
12 + 5 =
Solve this simple math problem and enter the result. E.g. for 1+3, enter 4.