Contoh Perhitungan Koefisien Bangunan untuk Rumah Sakit Tipe D (50 Tempat Tidur)

Untuk memberi gambaran konkret tentang bagaimana koefisien bangunan ditentukan pada rumah sakit tipe D dengan kapasitas 50 tempat tidur, akan dijelaskan langkah demi langkah dengan asumsi-asumsi praktis yang biasa dipakai pada tahap awal perencanaan. Asumsi ini digunakan hanya sebagai contoh agar perhitungan terlihat nyata; dalam praktik Anda harus menyesuaikan angka-angka tersebut dengan data tapak dan peraturan zonasi setempat.

Pertama, kita tetapkan kebutuhan luas dasar berdasarkan jumlah tempat tidur. Untuk rumah sakit kecil tipe D, sering dipakai asumsi luas kasar rata-rata per ranjang (termasuk ruang rawat, sirkulasi proporsional, dan beban fasilitas pendukung yang teralokasi per ranjang) sebesar 80 meter persegi per tempat tidur. Dengan 80 tempat tidur, perhitungan langsungnya adalah 80 dikali 80 sama dengan 3600 meter persegi; secara digit-by-digit: 80 × 80 = 3.600 m². Luas ini mewakili kebutuhan fungsi utama (ranap dan ruang yang terdirectly terkait).

Selanjutnya kita tambahkan ruang penunjang, seperti IGD, ruang operasi sederhana, radiologi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, ruang teknis dan cadangan sirkulasi serta servis. Untuk mengakomodasi semua fungsi penunjang ini biasanya ditambahkan margin sekitar dua puluh persen dari luas fungsi utama. Dua puluh persen dari tiga ribu enam.ratus adalah lima ratus meter persegi: 3.600 × 0,20 = 700 m². Jadi total Gross Floor Area (GFA) yang diperlukan menjadi tiga ribu enam ratus ditambah tujuh ratus sama dengan empat ribu tiga ratus  persegi: 3.600 + 700 = 4.300 m². Inilah angka total luas lantai yang akan dipakai dalam perhitungan koefisien.

Dalam contoh ini kita asumsikan lahan yang tersedia berukuran tiga ribu lima ratus meter persegi. Perancang memutuskan membagi GFA tersebut ke dalam empat lantai guna menjaga skala bangunan dan memenuhi batas ketinggian yang umum untuk fasilitas tipe D. Luas tapak (footprint) yang diperlukan per lantai muncul dari pembagian total GFA dengan jumlah lantai: tiga ribu dibagi empat sama dengan tujuh ratus lima puluh meter persegi. Perhitungannya: 4.300 ÷ 4 = 1.075 m². Luas tapak sebesar seribu tujuh lima meter persegi inilah yang secara fisik menutup lahan.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) diperoleh dengan membandingkan footprint dengan luas lahan. Dalam angka: seribu tujuh puluh lima dibagi tiga ribu lima ratus sama dengan nol koma tiga; jika dikonversi ke persen menjadi tiga puluh persen. Langkah-langkahnya: 1.075 ÷ 3500 = 0,3 lalu 0,3 × 100% = 30%. Jadi pada contoh ini KDB = 30%.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB atau FAR) dihitung sebagai rasio total luas lantai terhadap luas lahan. Dengan total GFA empat ribu tiga ratus dan luas lahan tiga ribu lima ratus, hasilnya adalah satu koma dua atau seratus dua puluh persen. Perhitungannya: 4.300 ÷ 3.500 = 1,2 yang sama dengan 120% bila dinyatakan dalam persen. KLB = 1,2 (120%).

Selain KDB dan KLB, perencanaan juga harus memastikan ketersediaan ruang terbuka hijau (KDH) serta area parkir. Jika peraturan daerah mensyaratkan minimal dua puluh persen area hijau, maka dua puluh persen dari luas lahan tiga ribu lima ratus adalah lima ratus meter persegi: 3.500 × 0,20 = 700 m². Luas hijau ini harus dipetakan sedemikian rupa agar tidak tergerus oleh footprint dan jalur servis.

Untuk parkir, sebagai estimasi awal sering dipakai rumus konservatif: satu slot parkir untuk setiap dua tempat tidur untuk pasien disertai tambahan untuk pengunjung dan staf. Dengan 50 tempat tidur, kebutuhan parkir untuk pasien menjadi 50 dibagi 2 sama dengan dua puluh lima slot: 50 ÷ 2 = 25 slot. Jika kita tambahkan slot tambahan untuk staf dan pengunjung sekitar dua puluh lima lagi, total menjadi lima puluh slot. Luas rata-rata yang diperlukan per slot parkir (termasuk ruang manuver dan sirkulasi) biasanya diasumsikan sekitar dua belas koma lima meter persegi; sehingga total luas parkir menjadi lima puluh dikali dua belas koma lima sama dengan enam ratus dua puluh lima meter persegi: 50 × 12,5 = 625 m². Luas parkir ini idealnya diperhitungkan di luar footprint utama atau dipenuhi lewat parkir bertingkat jika lahan terbatas.

Setelah semua angka tentatif ini dihimpun—GFA = 4 300 m², footprint =  m², KDB = 30%, KLB = 1,2, lahan hijau = 500 m², parkir ≈ 625 m²—langkah berikutnya adalah memverifikasi kesesuaian dengan peraturan zonasi dan persyaratan teknis setempat. Jika peraturan mensyaratkan KDB lebih kecil atau KLB lebih rendah, perancang harus mengiterasi desain: menambah jumlah lantai jika ketinggian diperbolehkan, mengurangi luasan noncritical, atau menata ulang fungsi agar efisiensi ruang meningkat. Begitu pula, jika area parkir atau ruang hijau kurang, opsi seperti parkir bertingkat atau redistribusi tapak perlu dipertimbangkan.

Add new comment

CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
4 + 14 =
Solve this simple math problem and enter the result. E.g. for 1+3, enter 4.